_Kenapa menggambar kok dilarang dalam agama? Dan bagaimana dengan foto, apakah juga dilarang?_
*Jawaban :*
Sebelumnya, ada Hadits yang menjelaskan laknat Allah swt bagi orang-orang yang membuat gambar atau patung.
Diriwayatkan oleh 'Aun bin Abu Juhaifah dari ayahnya, ia berkata ;
ﻟَﻌَﻦَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍﻟﻮَﺍﺷِﻤَﺔَ ﻭَﺍﻟﻤُﺴْﺘَﻮْﺷِﻤَﺔَ، ﻭَﺁﻛِﻞَ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎ ﻭَﻣُﻮﻛِﻠَﻪُ، ﻭَﻧَﻬَﻰ ﻋَﻦْ ﺛَﻤَﻦِ ﺍﻟﻜَﻠْﺐِ، ﻭَﻛَﺴْﺐِ ﺍﻟﺒَﻐِﻲِّ، ﻭَﻟَﻌَﻦَ ﺍﻟﻤُﺼَﻮِّﺭِﻳﻦَ
"Nabi saw melaknat wanita yang mentato, wanita yang minta ditato, pemakan riba, dan orang yang memberi makan riba. Beliau melarang uang hasil penjualan anjing, dan hasil usaha pelacur. Beliau juga melaknat para perupa (penggambar/pematung)” (Shahih Bukhari, no. 5347)
Ada pula Hadits yang menjelaskan bahwa orang yang akan mendapat siksa terberat kelak dihari kiamat adalah orang-orang yang membuat gambar/patung.
Diriwayatkan oleh Abdullah ra, ia mendengar Rasulullah saw bersabda ;
ﺇِﻥَّ ﺃَﺷَﺪَّ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻋَﺬَﺍﺑًﺎ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﺍﻟﻤُﺼَﻮِّﺭُﻭﻥَ
"Sesungguhnya manusia yang paling berat siksaannya kelak pada hari kiamat adalah para perupa (penggambar/pematung)” (Shahih Bukhari, no.5950)
Imam Al Khatib As Syarbini menyebutkan alasan diharamkannya menggambar selain Hadits diatas, adalah karena demikian itu dianggap telah menandingi Allah swt dalam menciptakan Makhluk hidup.
Sedangkan mengenai foto/ memotret, apakah juga disamakan dengan menggambar yang diharamkan?
Sebenarnya dalam masalah ini terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama'.
1. Apabila yang difoto obyeknya adalah benda-benda yang mati, seperti pohon, batu dan lainnya atau berupa makhluk hidup, namun sekiranya gambar tersebut dalam kenyataannya tidak mungkin hidup, seperti gambar hewan yang tidak memiliki kepala semisal, maka jelas foto seperti ini tidak masuk dalam kategori menggambar yang dilarang.
2. Apabila yang difoto adalah makhluk hidup yang dalam kenyataannya memang bisa hidup, seperti foto mamusia yang utuh atau tidak utuh, namun masih bisa hidup, semisal bagian kaki atau tangannya tidak ikut difoto, maka hal ini juga diperselisihkan hukumnya oleh para ulama' :
Pendapat pertama : sebagian para Ulama' menyatakan bahwa foto termasuk dalam kategori Tashwir (menggambar) yang dilarang dalam agama, demikian ini dengan memandang bahwa foto yang dihasilkan dari kamera juga dikatakan Shuroh (gambar), dan orang yang berprofesi sebagai tukang foto dalam bahasa Arab disebut dengan istilah "Mushowwir" (orang yang menggambar).
Maka meskipun ia tidak menggambar dengan tangannya secara langsung, ia tetap dianggap melakukan bagian dari aktifitas menggambar yang dilarang.
Dan lagi, meskipun disini tidak ada unsur Mudhohah (menandingi) dan Musyabahah (menyerupai) ciptaan Allah swt, akan tetapi masih ada alasan lain dibalik pelarangan tersebut, yaitu bahwa masuknya agama Watsaniyah (penyermbah berhala) itu melalui gambar dan patung. Ketika ada orang yang dianggap sebagai orang yang baik, mereka mengabadikan orang tersebut dengan membuatkan gambar atau patung untuk mengingatnya, lalu orang-orang pada kurun selanjutnya menyembah gambar-gambar dan patung-patung tersebut.
Foto-foto para pembesar yang biasa dipajang dirumah-rumah dalam jangka panjang dikhawatirkan akan diagungkan secara berlebihan hingga lama-lama akan disembah.
Pendapat yang pertama ini didukung oleh Syekh Ali Ali Ash-Shobuni, yang beliau kemukakan dalam kitab "Rowai'ul Bayan Fi Tafsiri Ayatil Ahkam".
Pendapat kedua : sebagaian Ulama' yang lain menyatakan bahwa foto-foto yang dihasilkan dari kamera itu tidak termasuk dalam Tashwir (menggambar) yang dilarang, sebab foto adalah gambar yang dihasilkan dari pantulan cahaya yang disamakan dengan gambar dikaca. Dimana gambar yang berada dikaca bukanlah hasil dari pekerjaan tangan manusia, jadi orang yang memotret suatu obyek itu tidak dikatakan "Mushowwir" (penggambar) karena memang bukan dia yang menggambarnya.
Selain itu, foto tersebut bisa disamakan dengan pola yang ada pada baju yang memang tidak dilarang.
Pendapat yang kedua ini adalah pendapat mayoritas ulama' Mu'ashirin (kontemporer), seperti Syekh Ali Asy-Syayis, Syekh Jadul Haq Ali Jadul Haq, Syekh Ahmad Huraidi, dan Athiyyah Ash-Shoqr, dengan catatan bahwa gambar tersebut tidak akan dimuliakan secara berlebihan yang dikhawatirkan akan disembah.
Kesimpulannya, fotografer itu tidak termasuk "Mushowwir" yang diharamkan menurut pendapat mayoritas ulama', selama obyek yang diambil gambarnya tidak dilarang oleh agama, seperti wanita yang tidak menutupi auratnya. Wallohu A'lam.
صحيح البخاري ج ٧ ص ٦١
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺁﺩﻡ، ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺷﻌﺒﺔ، ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﻮﻥ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺟﺤﻴﻔﺔ، ﻋﻦ ﺃﺑﻴﻪ، ﻗﺎﻝ : ﻟﻌﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﻮﺍﺷﻤﺔ ﻭﺍﻟﻤﺴﺘﻮﺷﻤﺔ، ﻭﺁﻛﻞ ﺍﻟﺮﺑﺎ ﻭﻣﻮﻛﻠﻪ، ﻭﻧﻬﻰ ﻋﻦ ﺛﻤﻦ ﺍﻟﻜﻠﺐ، ﻭﻛﺴﺐ ﺍﻟﺒﻐﻲ، ﻭﻟﻌﻦ ﺍﻟﻤﺼﻮﺭﻳﻦ
صحيح البخاري ج ٧ ص ١٦٧
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺍﻟﺤﻤﻴﺪﻱ، ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺳﻔﻴﺎﻥ، ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺍﻷﻋﻤﺶ، ﻋﻦ ﻣﺴﻠﻢ، ﻗﺎﻝ : ﻛﻨﺎ ﻣﻊ ﻣﺴﺮﻭﻕ، ﻓﻲ ﺩﺍﺭ ﻳﺴﺎﺭ ﺑﻦ ﻧﻤﻴﺮ، ﻓﺮﺃﻯ ﻓﻲ ﺻﻔﺘﻪ ﺗﻤﺎﺛﻴﻞ، ﻓﻘﺎﻝ : ﺳﻤﻌﺖ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ، ﻗﺎﻝ : ﺳﻤﻌﺖ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ : ﺇﻥ ﺃﺷﺪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﺬﺍﺑﺎ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﺍﻟﻤﺼﻮﺭﻭﻥ
مغني المحتاج ج ٤ ص ٤٠٩
ﻭﻣﻘﻄﻮﻉ ﺍﻟﺮﺃﺱ ﻭﺻﻮﺭﺓ ﺷﺠﺮ . ﻭﻳﺤﺮﻡ ﺗﺼﻮﻳﺮ ﺣﻴﻮﺍﻥ ...........
ﻭ ) ﻳﺠﻮﺯ ﻣﺮﺗﻔﻊ ( ﻣﻘﻄﻮﻉ ﺍﻟﺮﺃﺱ ﻭﺻﻮﺭﺓ ﺷﺠﺮ ) ﻭﻧﺤﻮﻩ ﻣﻤﺎ ﻻ ﺭﻭﺡ ﻓﻴﻪ ﻛﺸﻤﺲ ﻭﻗﻤﺮ، ﻟﻤﺎ ﺭﻭﻯ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻟﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﻟﻪ ﺍﻟﻤﺼﻮﺭ : ﻻ ﺃﻋﺮﻑ ﺻﻨﻌﺔ ﻏﻴﺮﻫﺎ : " ﻗﺎﻝ : ﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻓﺼﻮﺭ ﻣﻦ ﺍﻷﺷﺠﺎﺭ ﻣﺎ ﻻ ﻧﻔﺲ ﻟﻪ ." ( ﻭﻳﺤﺮﻡ ﺗﺼﻮﻳﺮ ﺣﻴﻮﺍﻥ ) ﻟﻠﺤﺪﻳﺚ ﺍﻟﻤﺎﺭ؛ ﻭﻟﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﻣﻀﺎﻫﺎﺓ ﺧﻠﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ . ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻤﺘﻮﻟﻲ : ﻭﺳﻮﺍﺀ ﺃﻋﻤﻞ ﻟﻬﺎ ﺭﺃﺳﺎ ﺃﻡ ﻻ ﺧﻼﻓﺎ ﻷﺑﻲ ﺣﻨﻴﻔﺔ - ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻨﻪ .- ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻷﺫﺭﻋﻲ : ﺇﻥ ﺍﻟﻤﺸﻬﻮﺭ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﺟﻮﺍﺯ ﺍﻟﺘﺼﻮﻳﺮ ﺇﺫﺍ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻟﻪ ﺭﺃﺱ ﻟﻤﺎ ﺃﺷﺎﺭ ﺇﻟﻴﻪ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻣﻦ ﻗﻄﻊ ﺭﺀﻭﺳﻬﺎ ﺍﻫـ
روائع البيان ج ٢ ص ٤١٥-٤١٧
ﺣﻜﻢ ﺍﻟﺘﺼﻮﻳﺮ ﺍﻟﻔﻮﺗﻮﻏﺮﺍﻓﻲ
ﻳﺮﻯ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻤﺘﺄﺧﺮﻳﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﺃﻥ ﺍﻟﺘﺼﻮﻳﺮ ﺍﻟﺸﻤﺴﻲ ( ﺍﻟﻔﻮﺗﻮﻏﺮﺍﻓﻲ ) ﻻ ﻳﺪﺧﻞ ( ﺩﺍﺋﺮﺓ ﺍﻟﺘﺤﺮﻳﻢ ) ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺸﻤﻠﻪ ﺍﻟﺘﺼﻮﻳﺮ ﺑﺎﻟﻴﺪ ﺍﻟﻤﺤﺮّﻡ، ﻭﺃﻧﻪ ﻻ ﺗﺘﻨﺎﻭﻟﻪ ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ﺍﻟﻨﺒﻮﻳﺔ ﺍﻟﻜﺮﻳﻤﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﻭﺭﺩﺕ ﻓﻲ ﺗﺤﺮﻳﻢ ﺍﻟﺘﺼﻮﻳﺮ، ﺇﺫ ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻪ ( ﻣﻀﺎﻫﺎﺓ ) ﺃﻭ ﻣﺸﺎﺑﻬﺔ ﻟﺨﻠﻖ ﺍﻟﻠﻪ، ﻭﺃﻥ ﺣﻜﻤﺔ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﺮﻗﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﺜﻮﺏ ﺍﻟﻤﺴﺘﺜﻨﻰ ﺑﺎﻟﻨﺺ - ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﻗﺎﻝ - ﺃﻗﻮﻝ : ﺇﻥ ﺍﻟﺘﺼﻮﻳﺮ ﺍﻟﺸﻤﺴﻲ ( ﺍﻟﻔﻮﺗﻮﻏﺮﺍﻓﻲ ) ﻻ ﻳﺨﺮﺝ ﻋﻦ ﻛﻮﻧﻪ ﻧﻮﻋﺎً ﻣﻦ ﺃﻧﻮﺍﻉ ﺍﻟﺘﺼﻮﻳﺮ، ﻓﻤﺎ ﻳﺨﺮﺝ ﺑﺎﻵﻟﺔ ﻳﺴﻤّﻰ ( ﺻﻮﺭﺓ ) ، ﻭﺍﻟﺸﺨﺺ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺤﺘﺮﻑ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺤﺮﻓﺔ ﻳﺴﻤﻰ ﻓﻲ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﻭﺍﻟﻌﺮﻑ ( ﻣﺼﻮّﺭﺍً ) ﻓﻬﻮ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻻ ﻳﺸﻤﻠﻪ ﺍﻟﻨﺺ ﺍﻟﺼﺮﻳﺢ، ﻷﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﺗﺼﻮﻳﺮﺍً ﺑﺎﻟﻴﺪ، ﻭﻟﻴﺲ ﻓﻴﻪ ﻣﻀﺎﻫﺎﺓ ﻟﺨﻠﻖ ﺍﻟﻠﻪ، ﺇﻻّ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺨﺮﺝ ﻋﻦ ﻛﻮﻧﻪ ﺿﺮﺑﺎً ﻣﻦ ﺿﺮﻭﺏ ﺍﻟﺘﺼﻮﻳﺮ، ﻓﻴﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻳﻘﺘﺼﺮ ﻓﻲ ﺍﻹﺑﺎﺣﺔ ﻋﻠﻰ ( ﺣﺪّ ﺍﻟﻀﺮﻭﺭﺓ ) ، ﻭﻣﺎ ﻳﺘﺤﻘﻖ ﺑﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺼﻠﺤﺔ، ﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﺇﻟﻰ ﺟﺎﻧﺒﻬﺎ ﻣﻔﺴﺪﺓ ﻋﻈﻴﻤﺔ، ﻛﻤﺎ ﻫﻮ ﺣﺎﻝ ﻣﻌﻈﻢ ﺍﻟﻤﺠﻼﺕ ﺍﻟﻴﻮﻡ، ﺍﻟﺘﻲ ﺗﻨﻔﺚ ﺳﻤﻮﻣﻬﺎ ﻓﻲ ﺷﺒﺎﺑﻨﺎ ﻭﻗﺪ ﺗﺨﺼّﺼﺖ ﻟﻠﻔﺘﻨﺔ ﻭﺍﻹﻏﺮﺍﺀ، ﺣﻴﺚ ﺗُﺼَﻮَّﺭ ﻓﻴﻬﺎ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓُ ﺑﺸﻜﻞ ﻳﻨﺪﻯ ﻟﻪ ﺍﻟﺠﺒﻴﻦ، ﺑﺄﻭﺿﺎﻉ ﻭﺃﺷﻜﺎﻝ ﺗﻔﺴﺪ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻭﺍﻷﺧﻼﻕ .
ﻓﺎﻟﺼﻮﺭ ﺍﻟﻌﺎﺭﻳﺔ، ﻭﺍﻟﻤﻨﺎﻇﺮ ﺍﻟﻤﺨﺰﻳﺔ، ﻭﺍﻷﺷﻜﺎﻝ ﺍﻟﻤﺜﻴﺮﺓ ﻟﻠﻔﺘﻨﺔ، ﺍﻟﺘﻲ ﺗﻈﻬﺮ ﺑﻬﺎ ﺍﻟﻤﺠﻼﺕ ﺍﻟﺨﻠﻴﻌﺔ، ﻭﺗﻤﻸ ﻣﻌﻈﻢ ﺻﻔﺤﺎﺗﻬﺎ ﺑﻬﺬﻩ ﺍﻷﻧﻮﺍﻉ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺠﻮﻥ، ﻣﻤﺎ ﻻ ﻳﺸﻚ ﻋﺎﻗﻞ ﻓﻲ ﺣﺮﻣﺘﻪ، ﻣﻊ ﺃﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﺗﺼﻮﻳﺮﺍً ﺑﺎﻟﻴﺪ، ﻭﻟﻜﻨﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻀﺮﺭ ﻭﺍﻟﺤﺮﻣﺔ ﺃﺷﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﺼﻮﻳﺮ ﺑﺎﻟﻴﺪ .
ﺛﻢّ ﺇﻥ ﺍﻟﻌﻠﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﺤﺮﻳﻢ ﻟﻴﺴﺖ ﻫﻲ ( ﺍﻟﻤﻀﺎﻫﺎﺓ ) ﻭﺍﻟﻤﺸﺎﺑﻬﺔ ﻟﺨﻠﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﺤﺴﺐ، ﺑﻞ ﻫﻨﺎﻙ ﻧﻘﻄﺔ ﺟﻮﻫﺮﻳﺔ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺍﻟﺘﻨﺒﻪ ﻟﻬﺎ ﻭﻫﻲ ﺃﻥ ( ﺍﻟﻮﺛﻨﻴﺔ ) ﻣﺎ ﺩﺧﻠﺖ ﺇﻟﻰ ﺍﻷﻣﻢ ﺍﻟﺴﺎﺑﻘﺔ ﺇﻻّ ﻋﻦ ﻃﺮﻳﻖ ( ﺍﻟﺼﻮﺭ ) ، ﺣﻴﺚ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﺇﺫﺍ ﻣﺎﺕ ﻓﻴﻬﻢ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺍﻟﺼﺎﻟﺢ، ﺻﻮّﺭﻭﻩ ﺗﺨﻠﻴﺪﺍً ﻟﺬﻛﺮﺍﻩ، ﻭﺍﻗﺘﺪﺍﺀً ﺑﻪ، ﺛﻢّ ﺟﺎﺀ ﻣَﻦْ ﺑﻌﺪَﻫﻢ ﻓﻌﺒﺪﻭﺍ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﺼﻮﺭﺓ ﻣﻦ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﻠﻪ، ﻓﻤﺎ ﻳﻔﻌﻠﻪ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻣﻦ ﺗﻌﻠﻴﻖ ﺍﻟﺼﻮﺭ ﺍﻟﻜﺒﻴﺮﺓ ﺍﻟﻤﺰﺧﺮﻓﺔ ﻓﻲ ﺻﺪﺭ ﺍﻟﺒﻴﺖ، ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻧﺖ ﻟﻠﺬﻛﺮﻯ، ﻭﻟﻴﺴﺖ ﺗﺼﻮﻳﺮﺍً ﺑﺎﻟﻴﺪ، ﻣﻤﺎ ﻻ ﺗﺠﻴﺰﻩ ﺍﻟﺸﺮﻳﻌﺔ ﺍﻟﻐﺮﺍﺀ، ﻷﻧﻪ ﻗﺪ ﻳﺠﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﺒﻞ ﺇﻟﻰ ﺗﻌﻈﻴﻤﻬﺎ ﻭﻋﺒﺎﺩﺗﻬﺎ، ﻛﻤﺎ ﻓﻌﻞ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﺑﺄﻧﺒﻴﺎﺋﻬﻢ ﻭﺻﻠﺤﺎﺋﻬﻢ .
ﻓﺈﻃﻼﻕ ﺍﻹﺑﺎﺣﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﺼﻮﻳﺮ ﺍﻟﻔﻮﺗﻮﻏﺮﺍﻓﻲ، ﻭﺃﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﺑﺘﺼﻮﻳﺮ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﺣﺒﺲ ﻟﻠﻈﻞّ، ﻣﻤﺎ ﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻳﻘﺎﻝ، ﺑﻞ ﻳﻘﺘﺼﺮ ﻓﻴﻪ ﻋﻠﻰ ﺣﺪ ﺍﻟﻀﺮﻭﺭﺓ، ﻛﺈﺛﺒﺎﺕ ﺍﻟﺸﺨﺼﻴﺔ، ﻭﻛﻞِّ ﻣﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﺼﻠﺤﺔ ﺩﻧﻴﻮﻳﺔ ﻣﻤﺎ ﻳﺤﺘﺎﺝ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺃﻋﻠﻢ
تفسير ايات الاحكام للشيسي ج ١ ص ٦٧٧
ﻭﻟﻌﻠﻚ ﺗﺮﻳﺪ ﺑﻌﺪ ﺫﻟﻚ ﺃﻥ ﺗﻌﺮﻑ ﺣﻜﻢ ﻣﺎ ﻳﺴﻤﻰ ﺑﺎﻟﺘﺼﻮﻳﺮ ﺍﻟﺸﻤﺴﻲ ﺃﻭ ﺍﻟﻔﺘﻮﻏﺮﺍﻓﻲ ﻓﻨﻘﻮﻝ : ﻳﻤﻜﻨﻚ ﺃﻥ ﺗﻘﻮﻝ : ﺇﻥّ ﺣﻜﻤﻬﺎ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﺮﻗﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﺜﻮﺏ، ﻭﻗﺪ ﻋﻠﻤﺖ ﺍﺳﺘﺜﻨﺎﺀﻩ ﻧﺼﺎ . ﻭﻟﻚ ﺃﻥ ﺗﻘﻮﻝ : ﺇﻥ ﻫﺬﺍ ﻟﻴﺲ ﺗﺼﻮﻳﺮﺍ، ﺑﻞ ﺣﺒﺲ ﻟﻠﺼﻮﺭﺓ، ﻭﻣﺎ ﻣﺜﻠﻪ ﺇﻻ ﻛﻤﺜﻞ ﺍﻟﺼﻮﺭﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺮﺁﺓ، ﻻ ﻳﻤﻜﻨﻚ ﺃﻥ ﺗﻘﻮﻝ : ﺇﻥ ﻣﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺮﺁﺓ ﺻﻮﺭﺓ، ﻭﺃﻥ ﺃﺣﺪﺍ ﺻﻮّﺭﻫﺎ، ﻭﺍﻟﺬﻱ ﺗﺼﻨﻌﻪ ﺁﻟﺔ ﺍﻟﺘﺼﻮﻳﺮ ﻫﻮ ﺻﻮﺭﺓ ﻟﻤﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺮﺁﺓ، ﻏﺎﻳﺔ ﺍﻷﻣﺮ ﺃﻥّ ﻣﺮﺁﺓ ﺍﻟﻔﺘﻮﻏﺮﺍﻓﻴﺔ ﺗﺜﺒﺖ ﺍﻟﻈﻞّ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻘﻊ ﻋﻠﻴﻬﺎ، ﻭﺍﻟﻤﺮﺁﺓ ﻟﻴﺴﺖ ﻛﺬﻟﻚ . ﺛﻢ ﺗﻮﺿﻊ ﺍﻟﺼﻮﺭﺓ ﺃﻭ ﺍﻟﺨﻴﺎﻝ ﺍﻟﺜﺎﺑﺖ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﻔﺮﻳﺘﺔ ﻓﻲ ﺣﻤﺾ ﺧﺎﺹ، ﻓﻴﺨﺮﺝ ﻣﻨﻪ ﻋﺪﺓ ﺻﻮﺭ . ﻭﻟﻴﺲ ﻫﺬﺍ ﺑﺎﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ﺗﺼﻮﻳﺮﺍ ﻓﺈﻧّﻪ ﺇﻇﻬﺎﺭ ﻭﺍﺳﺘﺪﺍﻣﺔ ﻟﺼﻮﺭ ﻣﻮﺟﻮﺩﺓ، ﻭﺣﺒﺲ ﻟﻬﺎ ﻋﻦ ﺍﻟﺰﻭﺍﻝ، ﻓﺈﻧّﻬﻢ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ : ﺇﻥّ ﺻﻮﺭ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻷﺷﻴﺎﺀ ﻣﻮﺟﻮﺩﺓ، ﻏﻴﺮ ﺃﻧﻬﺎ ﻗﺎﺑﻠﺔ ﻟﻼﻧﺘﻘﺎﻝ ﺑﻔﻌﻞ ﺍﻟﺸﻤﺲ ﻭﺍﻟﻀﻮﺀ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻤﻨﻊ ﻣﻦ ﺍﻧﺘﻘﺎﻟﻬﺎ ﻣﺎﻧﻊ، ﻭﺍﻟﺤﻤﺾ ﻫﻮ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻤﺎﻧﻊ . ﻭﻣﺎ ﺩﺍﻡ ﻓﻲ ﺍﻟﺸﺮﻳﻌﺔ ﻓﺴﺤﺔ ﺑﺈﺑﺎﺣﺔ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺼﻮﺭ ﻛﺎﺳﺘﺜﻨﺎﺀ ﺍﻟﺮﻗﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﺜﻮﺏ ﻓﻼ ﻣﻌﻨﻰ ﻟﺘﺤﺮﻳﻤﻬﺎ، ﺧﺼﻮﺻﺎ ﻭﻗﺪ ﻇﻬﺮ ﺃﻥّ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻗﺪ ﻳﻜﻮﻧﻮﻥ ﻓﻲ ﺃﺷﺪ ﺍﻟﺤﺎﺟﺔ ﺇﻟﻴﻬﺎ . ﻭﻟﻌﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪ ﻫﺬﺍ ﻧﻜﻮﻥ ﻗﺪ ﻭﻓّﻴﻨﺎ ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻉ ﻣﺎ ﻳﺴﺘﺤﻖّ، ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻬﺎﺩﻱ ﺇﻟﻰ ﺳﻮﺍﺀ ﺍﻟﺴﺒﻴﻞ
فتاوى دار الافتاء المصرية ج ٧ ص ٢٢٠
ﺍﻟﻔﻮﺍﺋﺪ ﻭﺗﻌﻠﻴﻖ ﺍﻟﺼﻮﺭ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﻨﺎﺯﻝ
ﺍﻟﻤﻔﺘﻲ : ﺟﺎﺩ ﺍﻟﺤﻖ ﻋﻠﻰ ﺟﺎﺩ ﺍﻟﺤﻖ
ﺍﺧﺘﻠﻒ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﻓﻰ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﺮﺳﻢ ﺍﻟﻀﻮﺋﻰ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺘﺤﺮﻳﻢ ﻭﺍﻟﻜﺮﺍﻫﺔ، ﻭﺍﻟﺬﻯ ﺗﺪﻝ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﻨﺒﻮﻳﺔ ﺍﻟﺸﺮﻳﻔﺔ ﺍﻟﺘﻰ ﺭﻭﺍﻫﺎ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﺴﻨﻦ ﻭﺗﺮﺩﺩﺕ ﻓﻰ ﻛﺘﺐ ﺍﻟﻔﻘﻪ، ﺃﻥ ﺍﻟﺘﺼﻮﻳﺮ ﺍﻟﻀﻮﺋﻰ ﻟﻺﻧﺴﺎﻥ ﻭﺍﻟﺤﻴﻮﺍﻥ ﺍﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﺍﻵﻥ ﻭﺍﻟﺮﺳﻢ ﻛﺬﻟﻚ ﻻ ﺑﺄﺱ ﺑﻪ، ﺇﺫﺍ ﺧﻠﺖ ﺍﻟﺼﻮﺭ ﻭﺍﻟﺮﺳﻮﻡ ﻣﻦ ﻣﻈﺎﻫﺮ ﺍﻟﺘﻌﻈﻴﻢ ﻭﻣﻈﻨﺔ ﺍﻟﺘﻜﺮﻳﻢ ﻭﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻭﺧﻠﺖ ﻛﻠﺬﻟﻚ ﻋﻦ ﺩﻭﺍﻓﻊ ﺗﺤﺮﻳﻚ ﻏﺮﻳﺰﺓ ﺍﻟﺠﻨﺲ ﻭﺇﺷﺎﻋﺔ ﺍﻟﻔﺤﺸﺎﺀ ﻭﺍﻟﺘﺤﺮﻳﺾ ﻋﻠﻰ ﺍﺭﺗﻜﺎﺏ ﺍﻟﻤﺤﺮﻣﺎﺕ
فتاوى دار الافتاء المصرية ج ٧ ص ٢٥٧
ﺣﻜﻢ ﺍﻟﺘﺼﻮﻳﺮ
ﺍﻟﻤﻔﺘﻲ : ﺃﺣﻤﺪ ﻫﺮﻳﺪﻯ
ﻭﺍﻟﺬﻯ ﺗﺨﺘﺎﺭﻩ ﺃﻧﻪ ﻻ ﺑﺄﺱ ﺑﺎﺗﺨﺎﺫ ﺍﻟﺼﻮﺭﺓ ﺍﻟﺘﻰ ﻻ ﻇﻞ ﻟﻬﺎ، ﻭﻛﺬﻟﻚ ﺍﻟﺼﻮﺭﺓ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻧﺖ ﺭﻗﻤﺎ ﻓﻰ ﺛﻮﺏ ﻭﻳﻠﺤﻖ ﺑﻬﺎ ﺍﻟﺼﻮﺭ ﺍﻟﺘﻰ ﺗﺮﺳﻢ ﻋﻠﻰ ﺣﺎﺋﻂ ﺃﻭ ﻧﺤﻮﻩ ﺃﻭ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻮﺭﻕ ﻗﻴﺎﺳﺎ ﻋﻠﻰ ﺗﺼﻮﻳﺮ ﻭﺭﺳﻢ ﻣﺎﻻ ﺭﻭﺡ ﻟﻪ ﻛﺎﻟﻨﺒﺎﺕ ﻭﺍﻷﺷﺠﺎﺭ ﻭﻣﻨﺎﻇﺮ ﺍﻟﻄﺒﻴﻌﺔ .
ﻭﺑﻨﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﺮﺳﻢ ﻭﺍﻟﺘﺼﻮﻳﺮ ﺍﻟﺸﻤﺴﻰ ﺍﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﺍﻵﻥ ﻟﻺﻧﺴﺎﻥ ﻭﺍﻟﺤﻴﻮﺍﻥ ﻭﺃﺟﺰﺍﺋﻬﻤﺎ - ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻷﻏﺮﺍﺽ ﻋﻠﻤﻴﺔ ﻣﻔﻴﺪﺓ ﺗﻨﻔﻊ ﺍﻟﻤﺠﺘﻤﻊ ﻭﺗﻌﻮﺩ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﺎﻟﻔﺎﺋﺪﺓ ﻣﻊ ﺧﻠﻮﻫﺎ ﻣﻦ ﻣﻈﺎﻫﺮ ﺍﻟﺘﻌﻈﻴﻢ ﻭﻣﻈﻨﺔ ﺍﻟﺘﻜﺮﻳﻢ ﻭﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﺣﻜﻤﻪ ﺣﻜﻢ ﺗﺼﻮﻳﺮ ﺍﻟﻨﺒﺎﺕ ﻭﺍﻷﺷﺠﺎﺭ ﻭﻣﻨﺎﻇﺮ ﺍﻟﻄﺒﻴﻌﺔ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ ﻣﻤﺎ ﻻ ﺣﻴﺎﺓ ﻓﻴﻪ - ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺠﻮﺍﺯ ﺷﺮﻋﺎ
فتاوى دار الافتاء المصرية ج ١٠ ص ٩٦
ﺍﻟﻨﺤﺖ ﻭﺍﻟﺮﺳﻢ ﻭﺍﻟﺘﺼﻮﻳﺮ
ﺍﻟﻤﻔﺘﻲ : ﻋﻄﻴﺔ ﺻﻘﺮ
ﺃﻣﺎ ﺍﻟﺮﺳﻢ ﻭﺍﻟﻨﻘﺶ ﻭﺍﻟﺘﺼﻮﻳﺮ ﻟﻺﻧﺴﺎﻥ ﻭﻛﻞ ﻣﺎ ﻓﻴﻪ ﺭﻭﺡ ﻓﻬﻨﺎﻙ ﺃﺭﺑﻌﺔ ﺃﻗﻮﺍﻝ ﻓﻰ ﺍﻟﺼﻨﻊ ﻭﺍﻻﻗﺘﻨﺎﺀ -: ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﻗﺎﻝ - ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻬﻢ ﺍﺳﺘﺜﻨﻮﺍ ﺍﻟﺘﺼﻮﻳﺮ ﺍﻟﺸﻤﺴﻰ، ﻷﻧﻪ ﺣﺒﺲ ﻇﻞ ﺑﻤﻌﺎﻟﺠﺔ ﻛﻴﻤﺎﻭﻳﺔ ﻋﻠﻰ ﻧﺤﻮ ﺧﺎﺹ، ﻭﻟﻴﺴﺖ ﻓﻴﻪ ﻣﻌﺎﻟﺠﺔ ﺍﻟﺮﺳﻢ ﺍﻟﻤﻌﺮﻭﻓﺔ . ﻫﺬﺍ ﻭﺃﻣﺎ ﺗﺼﻮﻳﺮ ﻣﺎ ﻻ ﺭﻭﺡ ﻓﻴﻪ ﻛﺎﻟﻨﺒﺎﺗﺎﺕ ﻓﻼ ﻣﺎﻧﻊ ﻣﻨﻪ ﻣﻄﻠﻘﺎ، ﻭﻫﻮ ﻣﻦ ﺍﻟﻔﻨﻮﻥ ﺍﻟﺠﻤﻴﻠﺔ ﺍﻟﺘﻰ ﻟﻢ ﻳﺮﺩ ﻧﻬﻰ ﻋﻨﻬﺎ ﻟﺬﺍﺗﻬﺎ .
ﻭﻗﺪ ﺗﻤﻨﻊ ﺍﻟﺼﻮﺭ ﺍﻟﺤﻴﺔ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻓﻴﻬﺎ ﻛﺸﻒ ﻟﻤﺎ ﺃﻣﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﺴﺘﺮﻩ، ﺃﻭ ﻛﺎﻥ ﻓﻴﻬﺎ ﺇﻏﺮﺍﺀ ﺃﻭ ﻗﺼﺪ ﺑﻬﺎ ﺍﺑﺘﺰﺍ ﺃﻭ ﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ
0 komentar:
Posting Komentar