Rabu, 22 Maret 2017

Hukum Menikahi Non Muslim

HUKUM MENIKAHI NON MUSLIM

Sebelumnya perlu diketahui bahwa dalam fiqih nikah, non muslim terbagi menjadi dua:

1. Ahlul Kitab, yaitu agama yang memiliki kitab suci yang dulunya adalah firman Allah SWT. Mereka adalah orang Yahudi dengan kitab Taurat dan Nasrani dengan kitab Injil.

2. Bukan Ahlul Kitab, yaitu agama yang sama sekali tidak memiliki kitab suci seperti penyembah berhala dan matahari. Atau agama yang memiliki kitab suci syubhat (tidak jelas apakah dulunya wahyu atau bukan) ini seperti agama Majusi (Zoroaster) yang menyembah api.

Wanita muslimah haram hukumnya menikah dengan non muslim baik Ahlul Kitab atau bukan. Apabila terjadi pernikahan antara muslimah dan non muslim maka pernikahan itu tidak sah, keduanya harus dipisahkan. Persetubuhan yang terjadi dalam pernikahan tersebut dianggap sebagai zina.

Sedangkan lelaki muslim haram menikah dengan non muslim yang bukan Ahlul kitab seperti wanita Hindu, Budha, Majusi dan lainnya. Namun, ia diperbolehkan untuk menikah dengan wanita Ahlul Kitab baik statusnya dzimmiyah (memiliki perjanjian damai dengan pemerintah Islam) atau harbiyah (tidak memiliki perjanjian damai dengan pemerintah Islam), tapi hukumnya makruh terlebih harbiyah. Ini berdasarkan ayat:

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ

قَبْلِكُمْ

(Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu. (QS al Maidah: 5)

Perbedaan antara Islam dengan Ahlul Kitab tidak sejauh perbedaan dengan selain Ahlul Kitab. Menurut Imam al Qoffal, di antara hikmah diperbolehkannya menikahi wanita Ahlul Kitab adalah supaya ia condong kepada agama suaminya. Umumnya wanita lebih cenderung kepada suami daripada ayah dan ibunya. Oleh sebab itulah diharamkan bagi wanita muslimah untuk menikahi non muslim walau pun Ahlul Kitab.

Walau pun demikian tidak semua wanita Ahlul Kitab boleh dinikahi. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar pernikahan antara lelaki muslim dan wanita Ahlul Kitab menjadi sah. Syarat-syarat itu adalah:

1. Wanita itu beragama Yahudi (‘pengikut’ Kitab Taurat Nabi Musa as) atau Nasrani (‘pengikut’ Kitab Injil Nabi Isa as). Tidak sah menikahi wanita yang berpegang pada Kitab Zabur Nabi Dawud as atau Mushaf Nabi Ibrahim as.

2. Jika wanita itu bukan keturunan Bani Israil (Keturunan Nabi Yakub as), leluhurnya harus dapat dipastikan masuk ke dalam agama Yahudi atau Nasrani sebelum syariat agama tersebut dihapus (naskh) dan sebelum agama tersebut mengalami perubahan(tahrif/distorsi).

Jadi tidak sah menikahi wanita yang bukan keturunan Bani Israil jika:

a. Tidak dapat dipastikan masuknya leluhurnya ke dalam agama Ahlul Kitab sebelum syariatnya dihapus dan sebelum terjadi distorsi.

b. Dipastikan bahwa leluhurnya masuk agama Yahudi atau Nasrani setelah diutusnya Baginda Nabi Muhammad saw. Syariat Nabi Muhammad saw menghapus Syariat Nabi Musa (Nabi kaum Yahudi) dan Nabi Isa as (Nabi kaum Nasrani)

c. Dipastikan bahwa leluhurnya masuk agama Nasrani sebelum Nabi saw diutus namun setelah terjadinya distorsi (diubah-ubahnya agama) pada ajaran Nasrani.

d. Dipastikan bahwa leluhurnya masuk agama Yahudi setelah diutusnya Nabi Isa as. Sebab Syariat Nabi Isa as menghapus Syariat Nabi Musa as.

e. Dipastikan bahwa leluhurnya masuk agama Yahudi sebelum diutusnya Nabi Isa as namun setelah terjadinya distorsi pada ajaran Yahudi.

3. Jika wanita Ahlul Kitab itu adalah keturunan Bani Israil maka disyaratkan tidak diketahui masuknya leluhurnya ke dalam agama Yahudi atau Nasrani setelah syariat agama tersebut dihapus (naskh).

Jadi tidak sah menikahi wanita keturunan Bani Israil jika:

a. Diketahui leluhurnya masuk agama Yahudi atau Nasrani setelah diutusnya Rasulullah saw.

b. Diketahui leluhurnya Masuk agama Yahudi setelah di utusnya Nabi Isa as.

Dan sah menikahi wanita keturunan Bani Israil jika:
a. Diketahui masuknya leluhur mereka ke dalam agama Yahudi atau Nasrani sebelum syariatnya dihapus.

b. Tidak pasti apakah leluhurnya masuk ke dalam agama Yahudi atau Nasrani sebelum syariatnya dihapus atau setelahnya.

Melihat syarat-syarat yang rumit ini dapat dipastikan bahwa pada zaman ini sangat sulit untuk menemukan wanita Ahlul Kitab yang memenuhi syarat untuk dinikahi. Di Indonesia,  hampir dapat dipastikan tidak ada wanita Ahlul Kitab yang memenuhi syarat di atas. Oleh sebab itu bisa dikatakan bahwa pada zaman ini haram hukumnya bagi lelaki untuk menikahi non muslim apa pun agamanya.

Pada abad ke-10 Hijriyah, Imam Khatib As Syarbini dalam kitab Mughni Muhtaj sudah mengatakan bahwa menemukan wanita Ahlul Kitab di masa itu sangat sulit. Beliau juga melarang menikahi wanita Ahlul Kitab kecuali jika ada dua orang saksi yang bersaksi bahwa wanita tersebut benar-benar memenuhi syarat. Lalu bagaimana dengan di masa ini?
Wallahu A'lam Bisshowab

0 komentar:

Posting Komentar

About Me

maqolun náhihuin
Lihat profil lengkapku